Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri lebih
dari 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar
81.000 km (Soegiarto, 1984). Indonesia sebuah negara yang dilalui oleh garis
khatulistiwa (tropis) mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Lamun, salah satu jenis tumbuhan laut yang tumbuh diperairan Indonesia. Kawasan
Lamun selain memiliki nilai secara ekonomis, juga memiliki potensi secara
ekologis. Perhatian terhadap ekosistem padang lamun (seagrass beds) masih
sangat kurang dibandingkan terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu
karang (coral reefs). Padahal, lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung
pada pengelolaan yang sinergis dari ketiganya. Terlebih, padang lamun merupakan
produsen primer organik tertinggi dibanding ekosistem laut dangkal lainnya.
Sebagai produsen primer, lamun sangat tinggi
keanekaan biotanya. Padang lamun menjadi tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuhan laut (algae). Lamun juga menjadi padang
penggembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan karang.
Definisi Lamun
Lamun merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal
(monokotil) dari kelas angiospermae. Lamun adalah tumbuhan air yang berbunga
(spermatophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,
berdaun, berimpang, dan berakar. Keberadaan bunga dan buah ini adalah
faktor utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup
terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed). Hamparan
lamun sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut sebagai padang
lamun (seagrass bed).
Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam
didalam tanah, disebut rhizom atau rimpang. Rimpang dan akar
lamun terbenam di dalam substrat yang membuat tumbuhan lamun dapat berdiri
cukup kuat menghadapi ombak dan arus.
Lamun memiliki dua bentuk pembungaan, yakni monoecious (dimana
bunga jantan dan betina berada pada satu individu) dan dioecious (dimana
jantan dan betina berada pada individu yang berbeda). Peyerbukan terjadi
melalui media air (penyerbukan hydrophyllous).
Klasifikasi
dan Morfologi
Tumbuhan lamun terdiri dari akar rhizome dan
daun. Rhizome merupakan batang yang terpendam dan merayap secara
mendatar dan berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang
tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Pada buku tumbuh pula akar (Nontji,1993).
Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang mempunyai
saluran-saluran air (Nybakken, 1992). Bentuk daun seperti ini dapat memaksimalkan
difusi gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan proses
fotosintesis di permukaan daun (Philips dan Menez, 1988).
|
Morfologi Lamun
|
Ciri Ekologis
Masing masing biota laut mempunyai kekhasan fungsinya
masing masing. Lamun, baik secara individu ataupun kelompok (padang lamun)
dalam perairan laut mempunyai ciri-ciri ekologis antara lain adalah :
- Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran
lumpur/pasir untuk mengokoh perakarannya.
- Hidup pada batas terendah daerah pasang surut agar
suplai air dan nutrisi bisa terpenuhi sertadekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang y
- Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter dan lebih
dalam lagi selama sinar matahari masih bisa masuk kedalam perairan guna
membantunya dalam proses fotosintesisi, sehingga angat tergantung
pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
- Hidup di perairan tenang dan terlindungi.
- Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal
jika keseluruhan tubuhnya terbenam air.
- Mampu hidup di media air asin
- Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
Fungsi dan
Peranan
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi
produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada
ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska
( Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp.,
Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing (Polichaeta)
(Bengen, 2001).
Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang
merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga
dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi
bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum
banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumnbu karang dan
ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir
merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai
kedalaman 0,5-10 m. Namun sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies
lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber,
1985). Lamun mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek
diantaranya:
- Keanekaragaman hayati: Padang lamun memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 13
jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk
berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata,
penyu, dugong, dll.
- Kualitas air: Lamun dapat membantu mempertahankan
kualitas air.
- Perlindungan: Lamun dapat mengurangi dampak gelombang
pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai. Serta memberikan
perlindungan pada biota disekitarnya.
- Ekonomi: Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya
yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk
makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
- Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi
produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada
ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska
( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta
sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen,
2001).
- Secara ekologis padang lamun memiliki peranan
penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding
Ground), tempat tinggal dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu
arus laut (nursery ground), serta tempat memijah (spawning ground)
melindunginya dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan
penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman
erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
- Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan
densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat
merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan
lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga
kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
- Daerah Padang Lamun dengan kepadatan tinggi akan
dijumpai fauna bentos yang lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah yang
tidak ada tumbuhan lamunnya. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) ekosistem
lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk epifauna
dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa
tanaman lamun.
Parameter
Lingkungan
Parameter yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan
lamun adalah sebagai berikut ;
Suhu merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme dilautan,karenasuhu mempengaruhi aktifitas metabolisme ataupun
perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Evans,
1986). Toleransi suhu dianggap sebagai faktor enting dalam menjelaskan
biogeografi lamun dan suhu yang tinggi di perairan dangkal dapat juga
menentukan batas kedalaman minimum untuk beberapa spesies (Larkum et al.,
1989). Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah
28°C-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara
25°C-35°C dan padasaat cahaya penuh. Pengruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu
mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi,
pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi tersebut akan menurun ajam
apabila suhu pereairan berada diluar kisaran tersebut (Berwick, 1983).
Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat
disebabkanoleh tiupan angin,perbedaan densitas air laut ata dapat pula
disebabkan oleh gerkan periodik jangka panjang.Arus yang disebabkan oleh
gerakan periodikjangka panjang ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang
surut (pasut).Arus yang disebabkan oleh pasang surut biasanyaa banyak
diamatidiperairan teluk dan pantai (Nontji,1993).
Kecepatan arus perairan
berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Turtle grass dapat
menghasilkan hasil tetap (standing crop) maksimal pada kecepatan arus
0.5m/det (Dahuri et al., 1996). Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya,
kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaay. Aksi
menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada transport bahan
makanantambahna bagi porganisme dan dalam hal pengangkutan buangan (Moore,
1958). Pada daerah yang arusnya cepat, sedimen pada padang lamunterdiri dari
lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk
mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen (Berwick, 1983
dalam Mintane,1998).
Salinitas atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam
(dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air,biasanya dinyatakan dalam
satuan °/oo(permil).Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji,
1993). Spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namuyn
sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 °/oo-40°/oo. Nilai optimum
toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35°/oo (Dahuri et al,.
1996).
Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk
menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan
sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhasn
cahaya yang tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari
sebarannya yang terbatas pada daerahyang masih menerima cahaya matahari
(Berwick, 1983 dalam Mintane, 1998). Nilai kecerahan perairan sangat
dipengaruhi oleh kandungan Lumpur,kandugan plankton, dan zat-zat terlarut
lainnya (Birowo et al dalam Mintane 1998).
Kedalaman perairan dapat membatasi
distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan
subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh
tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule
pinifolia. Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona
intertidal bawah (Hutomo 1997).Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh
terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan
pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan
suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T.
testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai pada
kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985).
Dinamika nutrien memegang peranan
kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien
menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada
perairan yang jernih (Hutomo 1997). Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut
di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut
dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun (Udy dan Dennison
1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap
fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen hahis mempunyai
kapasitas penyerapan yang paling tinggi.
Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan
akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah
tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun
(Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya hubungan
antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air.
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik
substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori
berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat
lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang
(Kiswara 1997). Selanjutnya Noor (1993) melaporkan adanya perbedaan penting
antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigen
dalam hal struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa.
Interaksi
Biota
Selain mempunyai peran sebagai produktivitas primer,
lamun juga mempunyai peran penting lain yang mengakibatkan biota disekitar
padang lamun memiliki keanekaragaman yang tinggi. Berikut biota yang sering
ditemukan dalam ekosistem padang lamun.
Lamun berasosiasi dengan berbagai varietas makroalga.
Sebagai contoh Kiswara (1991) melaporkan bahwa Gracillaria lichenoides yang
bernilai ekonomis penting merupakan salah satu makropifit yang dominan pada
padang lamun dekat Lontar, Jawa Barat. Di Filipina asosiasi lamun dengan
makropifit merupakan sumberdaya ekonomis penting, dipanen untuk produksi agar
(contohnya Gracillaria dan Gelidiella), pakan ternak, pupuk dan alginate
(contohnya Sargassum spp.) (Fortes 1990a). Di Salabanka, Sulawesi Tengah,
pertanian rumput laut di daerah laguna didominasi oleh komunitas lamun campuran
menjadi aktifitas ekonomis penting. Pada studi komunitas lamun jangka panjang
yang dilakukan di Kepulauan Spermonde, Verheij dan Erftemeijer (1993) mencatat
117 spesies makroalga yang berasosiasi dengan Padang Lamun di lima habitat
berbeda.
Istilah epifit lamun mengacu bagi seluruh organisme
autotrofik (yaitu, produsen primer) yang tinggal menetap di bawah permukaan
(air) menempel pada rhizoma, batang dan daun lamun. Bagaimanapun istilah ini
sering digunakan mengacu pada semua organisme (hewan atau tumbuhan) yang
berkembang di lamun (Russel 1990). Kita lebih memilih istilah epifauna bagi
semua organisme heterotrofik yang menempel pada bagian lamun di bawah sedimen,
sementara infauna disebut bagi organisme yang hidup pada sedimen diantara
rhizoma/jaringan akar lamun. Daun lamun sering terdapat kelimpahan epifit yang
paling melimpah, karena lamun memiliki substrat stabil dengan akses cahaya,
nutrien dan pertukaran air. Tidak seperti rumput laut lainnya (contohnya
Phaeophyta), lamun tidak memiliki pertahanan kimia yang kuat (contohnya
campuran phenolic) yang meyebabkan mrereka dapat dimanfaatkan sebagai substrat
hidup bagi berbagai organisme menetap dan bergerak.
Komunitas epifitik dan epibentik merupakan komponen
turunan dari lingkungan tiga dimensi lamun dengan menyediakan sumber makanan
bagi sejumlah invertebrata serta vertebrata perumput. Klumpp et al. (1992)
menunjukkan bahwa pada terminologi nilai nutrisi, komunitas epifit jauh lebih
utama daripada lamun (rasio C:N epifit adalah 9:18; rasio C:N lamun adalah
17:30). Biomasa besar epifit lamun ini sangat menambahkan bagi keseluruhan
nilai nutrisional tumbuhan. Meskipun demikian, Birch (1975) membandingkan padang
lamun tropis dengan padang rumput miskin nutrisi.
Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan
bentik, organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang tinggal
sementara disana. Spesies yang sementara hidup di lamun biasanya adalah juvenil
dari sejumlah organisme yang mencari makanan serta perlindungan selama masa
kritis dalam siklus hidup mereka, atau mereka mungkin hanya pengunjung yang
datang ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan.
Banyak spesies epibentik baik yang tinggal menetap
maupun tinggal sementara yang bernilai ekonomis, udang dan udang-udangan adalah
yang bernilai ekonomis paling tinggi. Sebagai penjelas, dan bukan karena alasan
ekologi maupun biologi tertentu, ada empat kelompok besar fauna yang diketahui
: 1) Infauna (hewan yang hidup didalam sedimen); 2) Fauna Motil (fauna motil
berasosiasi dengan lapisan permukaan sedimen; 3) Epifauna Sesil (organisme yang
menempel pada bagian lamun); dan Fauna Epibentik Fauna (fauna yang berukuran
besar dan bergerak diantara lamun) (Howard et al. 1989).
Susetiono (1994) melaporkan pada asosiasi fauna
dengan Padang Lamun Enhalus acoroides monospesifik di pesisir Selatan Lombok.
Infauna sedimen terdiri dari Nematoda, Foraminifera, Copepoda, Ostracoda,
Turbelaria dan Polychaeta. Tingginya kelimpahan Nematoda (seperti indeks rasio
kelimpahan Nematoda:Copepoda) mengindikasikan kelimpahan nutrien yang sering
berasosiasi dengan land runoff. Meiofauna yang muncul secara aktif adalah
Copepoda, Nematoda, Amphipoda, Cumacea, dan Ostracoda. Tingkat analisis
umum-atau spesies-belum dilakukan sedemikian jauh. Berdasarkanpada informasi
yang tersedia dari Teluk Kuta, Susetiono (1994) mengkonstruksikan jaring
makanan sederhana pada Padang Lamun Enhalus acoroides.
Foraminifera bentik merupakan komponen penting pada
komunitas lamun, tetapi hanya mendapatkan sedikit perhatian (Suhartati 1994).
Di Kepulauan Seribu patch reef kompleks, padang lamun melimpah dan sering
didominasi oleh asosiasi Enhalus acoroides dan Thalassia
hemprichii (Azkab 1991). Foraminifera bentik pada kedua asosiasi spesies
ini didominasi oleh subordo Miliolina dan Rotaliina (Suhartati 1994). Milionid
berkarakteristik lembut, test porselin yang mengandung kristal kalsit,
sementara Rotaliinid seperti kaca, test berdinding ganda yang mengandung
lapisan tipis kalsit hialin radial.
Krustasea yang berasosiasi dengan lamun merupakan
komponen penting dari jaring makanan di lamun. Bentuk krustase infaunal maupun
epifunal berhubungan erat dengan produsen primer dan berada pada tingkatan
trofik yang lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka
merupakan sumber makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang
berasosiasi dengan lamun. Studi analisis gut terbaru dari ikan yang berasosiasi
dengan lamun di pesisir selatan Lombok (Pristiwadi 1994), mendemonstrasikan
bahwa krustase merupakan sumber makanan dominan.
Padang lamun diketahui merupakan habitat kritis bagi
udang penaeid komersial penting (seperti Penaeus esculentus dan P. semisulcatus)
(Bell dan Pollard 1989; Coles et al. 1993; Mellors dan Marsh 1993; Watson et
al. 1993) dan lobster berduri (Panulirus ornatus). (Bell dan Pollard 1989;
Poiner et al. 1989), yang tergantung pada lamun sebagai tempat mencari makan
serta berlindung selam masa postlarva dan juvenil dari siklus hidup mereka.
Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata
yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin
yang paling banyak diksploitasi. Sejumlah studi tentang moluska di daerah
subtropik telah menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang paling
penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan perannya
pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al. 1984). Telah didemonstrasikan
bahwa 20% sampai 60% biomasa epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan
oleh komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992).
Bagaimanapun, peranan mereka pada ekosistem almun di Indonesia relative belum
diketahui. Moluska utama pada padang lamun subtropis adalah detrivor dengan
sangat sedikit yang langsung memakan lamun (Kikuchi 1980). Gastropoda cenderung
memakan perifiton (Klumpp et al. 1989).
Hewan Echinodermata adalah komponen komunitas bentik
di lamun yang lebih menarik dan lebih memiliki nilai ekonomi. Lima kelas
echinodermata ditemukan pada ekosistem lamun di Indonesia. Dibawah ini urutan
Echinodermata secara ekonomi : 1. Holothuroidea (timun laut atau teripang); 2.
Echinoidea (bulu babi); 3. Asteroidea (Bintang laut); 4. Ophiuroidea (Bintang
Laut Ular); 5. Crinoidea . Dari lima kelas yang ada, Echinoidea adalah kelompok
yang paling penting di ekosistem lamun karibia, karena mereka adalah kelompok
pemakan yang utama (Lawrance 1975, Greenway 1976).
Echinodermata pada umumnya, dengan pengecualian
beberapa holothuroidea, makan pada malam hari. Bagaimanapun, Klummp et al.
(1993) dilaporkan bahwa Tripneustes gratilla dan Salmacis
sphaeroides makan secara terus menerus siang dan malam, tanpa bukti yang berkala.
Mereka mencari sampai ke dasar substrat, memakan alga, serasah lamun dan daun
lamun yang masih hidup (Klumpp et al., 1993).
Di sepanjang jarak distribusinya, ekosistem lamun,
baik yang luas ataupun sempit adalah habitat yang penting bagi bermacam-macam
spesies ikan (Kikuchi, 1980; Pollard 1984; Bell dan Pollard 1989). Pada
resensi, asosiasi ikan di lamun, mereka Bell dan Pollard (1989)
mengidentifikasi 7 karakteristik utama kumpulan ikan yang berasosiasi dengan
lamun. Berdasarkan Bell dan Pollard (1989) dengan beberapa perubahan,
karakteristik-karakteristiknya adalah :
- Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di padang lamun
biasanya lebih tinggi daripada yang berdekatan dengan substrat kosong.
- Lamanya asosiasi ikan-lamun berbeda-beda diantara
spesies dan tingkatan siklus hidup.
- Sebagian besar asosiasi ikan dengan padang lamun
didapatkan dari plankton, jadi padang lamun adalah daerah asuhan untuk bnyak
spesies yang mempunyai nilai ekonomi penting.
- Zooplankton dan epifauna krustasean adalah makanan
utama ikan yang berasosiasi dengan lamun, dengan tumbuhan, pengurai dan
komponen infauna dari jarring-jaring makanan di lamun yang dimanfaatkan oleh
ikan
- Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada
komposisi spesies terjadi dibanyak padang lamun.
- Hubungan yang kuat terjadi antara padang lamun dan
habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi spesies ikan di
padang lamun menjadi tergantung pada tipe (terumbu karang, estuaria, mangrove)
dan jarak dari habitat yang terdekat, seperti pada siklus malam hari.
- Kumpulan ikan dari padang lamun yang berbeda
seringkali berbeda juga, walaupun dua habitat itu berdekatan.
Hutomo dan Martosewojo (1977) membagi kumpulan ikan
yang berasosiasi dengan lamun di Pulau Pari menjadi 4 kategori, yaitu :
- Penghuni tetap, dengan memijah dan menghabiskan
sebagian besarhidupnya di padang lamun (contohnya Apogon margaritoporous).
- Menetap dengan menghabiskan hidupnya di padang lamun
dari juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi memijah di luar padang lamun
(contoh : Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis, Paramia
quinquilineata, Gerres macrosoma, Monachantus tomentosus, M.hajam,
Hemiglyphidodon plagyometopon, Synadhoides biaculeatus)
- Menetap hanya pada saat tahap juvenile (contoh : Siganus
canaliculatus, S.virgatus, S.chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf
spp, Monachnthus mylii, Mulloides samoensis, Pelates quadrilineatus, Upeneus
tragula) dan
- Menetap sewaktu-waktu atau singgah hanya mengunjungi
padang lamun untuk berlindung atau mencari makan.
Lamun Di
Indonesia
Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang
relatif lebih rendah dibandingkan Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7
marga. Namun demikian terdapat dua jenis lamun yang diduga ada di Indonesia
namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii dan Ruppia
maritime* (Kiswara 1997). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat
jenis lamun kayu (Thalassodendron ciliatum) yang penyebarannya sangat terbatas
dan terutama di wilayah timur perairan Indonesia, kecuali juga ditemukan di
daerah terumbu tepi di kepulauan Riau (Tomascik et al 1997). Jenis-jenis lamun
tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang lamun monospesifik
maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2
(Nienhuis 1993).
Daftar Pustaka
Hartog, C.den.1970. Seagrass of the world.
North-Holland Publ.Co.,Amsterdam
Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of
seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass
ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4.Marcel Dekker Inc, New York.
Menez, E.G.,R.C. Phillips dan H.P.Calumpong. 1983.
Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian
Inst. Press, Washington.
http://naskleng.blogspot.com/2008/05/ekosistem-padang-lamun-definisi.html
http://web.ipb.ac.id/%7Eitkipb/SIELT/lamun.php?load=klasifikasi.php
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/21/iptek/638686.htm
http://pksplipb.or.id/index.php?option=com