Jumat, 13 Januari 2012

Ekosistem Padang Lamun

0 komentar

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km (Soegiarto, 1984). Indonesia sebuah negara yang dilalui oleh garis khatulistiwa (tropis) mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Lamun, salah satu jenis tumbuhan laut yang tumbuh diperairan Indonesia. Kawasan Lamun selain memiliki nilai secara ekonomis, juga memiliki potensi secara ekologis. Perhatian terhadap ekosistem padang lamun (seagrass beds) masih sangat kurang dibandingkan terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu karang (coral reefs). Padahal, lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung pada pengelolaan yang sinergis dari ketiganya. Terlebih, padang lamun merupakan produsen primer organik tertinggi dibanding ekosistem laut dangkal lainnya.

Sebagai produsen primer, lamun sangat tinggi keanekaan biotanya. Padang lamun menjadi tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuhan laut (algae). Lamun juga menjadi padang penggembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan karang.

Definisi Lamun
Lamun merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas angiospermae. Lamun adalah tumbuhan air yang berbunga (spermatophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, dan berakar.  Keberadaan bunga dan buah ini adalah faktor utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed).  Hamparan lamun sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut sebagai padang lamun (seagrass bed).

Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam didalam tanah, disebut rhizom atau rimpang.  Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat tumbuhan lamun dapat berdiri cukup kuat menghadapi ombak dan arus.

Lamun memiliki dua bentuk pembungaan, yakni  monoecious (dimana bunga jantan dan betina berada pada satu individu) dan dioecious (dimana jantan dan betina berada pada individu yang berbeda). Peyerbukan terjadi melalui media air (penyerbukan hydrophyllous).

Klasifikasi dan Morfologi
Tumbuhan lamun terdiri dari akar rhizome dan daun. Rhizome merupakan batang yang terpendam dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Pada buku tumbuh pula akar (Nontji,1993). Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang mempunyai saluran-saluran air (Nybakken, 1992). Bentuk daun seperti ini dapat memaksimalkan difusi gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan proses fotosintesis di permukaan daun (Philips dan Menez, 1988).

Image
Morfologi Lamun

 
Ciri Ekologis
Masing masing biota laut mempunyai kekhasan fungsinya masing masing. Lamun, baik secara individu ataupun kelompok (padang lamun) dalam perairan laut mempunyai ciri-ciri ekologis antara lain adalah :
  • Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir untuk mengokoh perakarannya.
  • Hidup pada batas terendah daerah pasang surut agar suplai air dan nutrisi bisa terpenuhi sertadekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang y
  • Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter dan lebih dalam lagi selama sinar matahari masih bisa masuk kedalam perairan guna membantunya dalam proses fotosintesisi, sehingga angat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  • Hidup di perairan tenang dan terlindungi.
  • Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air.
  • Mampu hidup di media air asin
  • Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.


Fungsi dan Peranan
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska ( Pinna sp., Lambis sp., dan Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing (Polichaeta) (Bengen, 2001).

Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumnbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.

Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m. Namun sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber, 1985). Lamun  mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:
  • Keanekaragaman hayati: Padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.  Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun.  Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata, penyu, dugong, dll.
  • Kualitas air: Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.
  • Perlindungan: Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai. Serta memberikan perlindungan pada biota disekitarnya.
  • Ekonomi: Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
  • Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
  •  Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding Ground), tempat tinggal dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
  • Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
  • Daerah Padang Lamun dengan kepadatan tinggi akan dijumpai fauna bentos yang lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah yang tidak ada tumbuhan lamunnya. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa tanaman lamun.


Parameter Lingkungan
Parameter yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan lamun adalah sebagai berikut ;
  • Suhu
Suhu merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme dilautan,karenasuhu mempengaruhi aktifitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986). Toleransi suhu dianggap sebagai faktor enting dalam menjelaskan biogeografi lamun dan suhu yang tinggi di perairan dangkal dapat juga menentukan batas kedalaman minimum untuk beberapa spesies (Larkum et al., 1989). Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28°C-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25°C-35°C dan padasaat cahaya penuh. Pengruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi tersebut akan menurun ajam apabila suhu pereairan berada diluar kisaran tersebut (Berwick, 1983).

  • Arus
     Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkanoleh tiupan angin,perbedaan densitas air laut ata dapat pula disebabkan oleh gerkan periodik jangka panjang.Arus yang disebabkan oleh gerakan periodikjangka panjang ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut (pasut).Arus yang disebabkan oleh pasang surut biasanyaa banyak diamatidiperairan teluk dan pantai (Nontji,1993). 

Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap (standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det (Dahuri et al., 1996). Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan dalam hal pengangkutan buangan (Moore, 1958). Pada daerah yang arusnya cepat, sedimen pada padang lamunterdiri dari lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen (Berwick, 1983 dalam Mintane,1998).

  • Salinitas
     Salinitas atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air,biasanya dinyatakan dalam satuan °/oo(permil).Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1993). Spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namuyn sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 °/oo-40°/oo. Nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35°/oo (Dahuri et al,. 1996).

  • Kecerahan
     Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhasn cahaya yang tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerahyang masih menerima cahaya matahari (Berwick, 1983 dalam Mintane, 1998). Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan Lumpur,kandugan plankton, dan zat-zat terlarut lainnya (Birowo et al dalam Mintane 1998).

  • Kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia. Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997).Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985).

  • Nutrien
      Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo 1997). Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun (Udy dan Dennison 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi.
Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun (Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya hubungan antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air.

  • Substrat

     Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara 1997). Selanjutnya Noor (1993) melaporkan adanya perbedaan penting antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigen dalam hal struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa.

Interaksi Biota
Selain mempunyai peran sebagai produktivitas primer, lamun juga mempunyai peran penting lain yang mengakibatkan biota disekitar padang lamun memiliki keanekaragaman yang tinggi. Berikut biota yang sering ditemukan dalam ekosistem padang lamun.

  • Makropifit Bentik.

Lamun berasosiasi dengan berbagai varietas makroalga. Sebagai contoh Kiswara (1991) melaporkan bahwa Gracillaria lichenoides yang bernilai ekonomis penting merupakan salah satu makropifit yang dominan pada padang lamun dekat Lontar, Jawa Barat. Di Filipina asosiasi lamun dengan makropifit merupakan sumberdaya ekonomis penting, dipanen untuk produksi agar (contohnya Gracillaria dan Gelidiella), pakan ternak, pupuk dan alginate (contohnya Sargassum spp.) (Fortes 1990a). Di Salabanka, Sulawesi Tengah, pertanian rumput laut di daerah laguna didominasi oleh komunitas lamun campuran menjadi aktifitas ekonomis penting. Pada studi komunitas lamun jangka panjang yang dilakukan di Kepulauan Spermonde, Verheij dan Erftemeijer (1993) mencatat 117 spesies makroalga yang berasosiasi dengan Padang Lamun di lima habitat berbeda.

  • Epifit Lamun.

Istilah epifit lamun mengacu bagi seluruh organisme autotrofik (yaitu, produsen primer) yang tinggal menetap di bawah permukaan (air) menempel pada rhizoma, batang dan daun lamun. Bagaimanapun istilah ini sering digunakan mengacu pada semua organisme (hewan atau tumbuhan) yang berkembang di lamun (Russel 1990). Kita lebih memilih istilah epifauna bagi semua organisme heterotrofik yang menempel pada bagian lamun di bawah sedimen, sementara infauna disebut bagi organisme yang hidup pada sedimen diantara rhizoma/jaringan akar lamun. Daun lamun sering terdapat kelimpahan epifit yang paling melimpah, karena lamun memiliki substrat stabil dengan akses cahaya, nutrien dan pertukaran air. Tidak seperti rumput laut lainnya (contohnya Phaeophyta), lamun tidak memiliki pertahanan kimia yang kuat (contohnya campuran phenolic) yang meyebabkan mrereka dapat dimanfaatkan sebagai substrat hidup bagi berbagai organisme menetap dan bergerak.

Komunitas epifitik dan epibentik merupakan komponen turunan dari lingkungan tiga dimensi lamun dengan menyediakan sumber makanan bagi sejumlah invertebrata serta vertebrata perumput. Klumpp et al. (1992) menunjukkan bahwa pada terminologi nilai nutrisi, komunitas epifit jauh lebih utama daripada lamun (rasio C:N epifit adalah 9:18; rasio C:N lamun adalah 17:30). Biomasa besar epifit lamun ini sangat menambahkan bagi keseluruhan nilai nutrisional tumbuhan. Meskipun demikian, Birch (1975) membandingkan padang lamun tropis dengan padang rumput miskin nutrisi.

  • Fauna.

Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan bentik, organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang tinggal sementara disana. Spesies yang sementara hidup di lamun biasanya adalah juvenil dari sejumlah organisme yang mencari makanan serta perlindungan selama masa kritis dalam siklus hidup mereka, atau mereka mungkin hanya pengunjung yang datang ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan.

Banyak spesies epibentik baik yang tinggal menetap maupun tinggal sementara yang bernilai ekonomis, udang dan udang-udangan adalah yang bernilai ekonomis paling tinggi. Sebagai penjelas, dan bukan karena alasan ekologi maupun biologi tertentu, ada empat kelompok besar fauna yang diketahui : 1) Infauna (hewan yang hidup didalam sedimen); 2) Fauna Motil (fauna motil berasosiasi dengan lapisan permukaan sedimen; 3) Epifauna Sesil (organisme yang menempel pada bagian lamun); dan Fauna Epibentik Fauna (fauna yang berukuran besar dan bergerak diantara lamun) (Howard et al. 1989).

  • Meiofauna.

Susetiono (1994) melaporkan pada asosiasi fauna dengan Padang Lamun Enhalus acoroides monospesifik di pesisir Selatan Lombok. Infauna sedimen terdiri dari Nematoda, Foraminifera, Copepoda, Ostracoda, Turbelaria dan Polychaeta. Tingginya kelimpahan Nematoda (seperti indeks rasio kelimpahan Nematoda:Copepoda) mengindikasikan kelimpahan nutrien yang sering berasosiasi dengan land runoff. Meiofauna yang muncul secara aktif adalah Copepoda, Nematoda, Amphipoda, Cumacea, dan Ostracoda. Tingkat analisis umum-atau spesies-belum dilakukan sedemikian jauh. Berdasarkanpada informasi yang tersedia dari Teluk Kuta, Susetiono (1994) mengkonstruksikan jaring makanan sederhana pada Padang Lamun Enhalus acoroides.

Foraminifera bentik merupakan komponen penting pada komunitas lamun, tetapi hanya mendapatkan sedikit perhatian (Suhartati 1994). Di Kepulauan Seribu patch reef kompleks, padang lamun melimpah dan sering didominasi oleh asosiasi Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii (Azkab 1991). Foraminifera bentik pada kedua asosiasi spesies ini didominasi oleh subordo Miliolina dan Rotaliina (Suhartati 1994). Milionid berkarakteristik lembut, test porselin yang mengandung kristal kalsit, sementara Rotaliinid seperti kaca, test berdinding ganda yang mengandung lapisan tipis kalsit hialin radial.

  • Krustase.

Krustasea yang berasosiasi dengan lamun merupakan komponen penting dari jaring makanan di lamun. Bentuk krustase infaunal maupun epifunal berhubungan erat dengan produsen primer dan berada pada tingkatan trofik yang lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan sumber makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang berasosiasi dengan lamun. Studi analisis gut terbaru dari ikan yang berasosiasi dengan lamun di pesisir selatan Lombok (Pristiwadi 1994), mendemonstrasikan bahwa krustase merupakan sumber makanan dominan.
Padang lamun diketahui merupakan habitat kritis bagi udang penaeid komersial penting (seperti Penaeus esculentus dan P. semisulcatus) (Bell dan Pollard 1989; Coles et al. 1993; Mellors dan Marsh 1993; Watson et al. 1993) dan lobster berduri (Panulirus ornatus). (Bell dan Pollard 1989; Poiner et al. 1989), yang tergantung pada lamun sebagai tempat mencari makan serta berlindung selam masa postlarva dan juvenil dari siklus hidup mereka.

  • Moluska.

Moluska adalah salah satu kelompok makroinvertebrata yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak diksploitasi. Sejumlah studi tentang moluska di daerah subtropik telah menunjukkan bahwa moluska merupakan komponen yang paling penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomasa dan perannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al. 1984). Telah didemonstrasikan bahwa 20% sampai 60% biomasa epifit pada padang lamun di Filipina dimanfaatkan oleh komunitas epifauna yang didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992). Bagaimanapun, peranan mereka pada ekosistem almun di Indonesia relative belum diketahui. Moluska utama pada padang lamun subtropis adalah detrivor dengan sangat sedikit yang langsung memakan lamun (Kikuchi 1980). Gastropoda cenderung memakan perifiton (Klumpp et al. 1989).

  • Echinodermata.

Hewan Echinodermata adalah komponen komunitas bentik di lamun yang lebih menarik dan lebih memiliki nilai ekonomi. Lima kelas echinodermata ditemukan pada ekosistem lamun di Indonesia. Dibawah ini urutan Echinodermata secara ekonomi : 1. Holothuroidea (timun laut atau teripang); 2. Echinoidea (bulu babi); 3. Asteroidea (Bintang laut); 4. Ophiuroidea (Bintang Laut Ular); 5. Crinoidea . Dari lima kelas yang ada, Echinoidea adalah kelompok yang paling penting di ekosistem lamun karibia, karena mereka adalah kelompok pemakan yang utama (Lawrance 1975, Greenway 1976).

Echinodermata pada umumnya, dengan pengecualian beberapa holothuroidea, makan pada malam hari. Bagaimanapun, Klummp et al. (1993) dilaporkan bahwa Tripneustes gratilla dan Salmacis sphaeroides makan secara terus menerus siang dan malam, tanpa bukti yang berkala. Mereka mencari sampai ke dasar substrat, memakan alga, serasah lamun dan daun lamun yang masih hidup (Klumpp et al., 1993).

  • Ikan

Di sepanjang jarak distribusinya, ekosistem lamun, baik yang luas ataupun sempit adalah habitat yang penting bagi bermacam-macam spesies ikan (Kikuchi, 1980; Pollard 1984; Bell dan Pollard 1989). Pada resensi, asosiasi ikan di lamun, mereka Bell dan Pollard (1989) mengidentifikasi 7 karakteristik utama kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun. Berdasarkan Bell dan Pollard (1989) dengan beberapa perubahan, karakteristik-karakteristiknya adalah :
  1. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di padang lamun biasanya lebih tinggi daripada yang berdekatan dengan substrat kosong.
  2. Lamanya asosiasi ikan-lamun berbeda-beda diantara spesies dan tingkatan siklus hidup.
  3. Sebagian besar asosiasi ikan dengan padang lamun didapatkan dari plankton, jadi padang lamun adalah daerah asuhan untuk bnyak spesies yang mempunyai nilai ekonomi penting.
  4. Zooplankton dan epifauna krustasean adalah makanan utama ikan yang berasosiasi dengan lamun, dengan tumbuhan, pengurai dan komponen infauna dari jarring-jaring makanan di lamun yang dimanfaatkan oleh ikan
  5. Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada komposisi spesies terjadi dibanyak padang lamun.
  6. Hubungan yang kuat terjadi antara padang lamun dan habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi spesies ikan di padang lamun menjadi tergantung pada tipe (terumbu karang, estuaria, mangrove) dan jarak dari habitat yang terdekat, seperti pada siklus malam hari.
  7. Kumpulan ikan dari padang lamun yang berbeda seringkali berbeda juga, walaupun dua habitat itu berdekatan.

Hutomo dan Martosewojo (1977) membagi kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun di Pulau Pari menjadi 4 kategori, yaitu :
  1. Penghuni tetap, dengan memijah dan menghabiskan sebagian besarhidupnya di padang lamun (contohnya Apogon margaritoporous).
  2. Menetap dengan menghabiskan hidupnya di padang lamun dari juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi memijah di luar padang lamun (contoh : Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis, Paramia quinquilineata, Gerres macrosoma, Monachantus tomentosus, M.hajam, Hemiglyphidodon plagyometopon, Synadhoides biaculeatus)
  3. Menetap hanya pada saat tahap juvenile (contoh : Siganus canaliculatus, S.virgatus, S.chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf spp, Monachnthus mylii, Mulloides samoensis, Pelates quadrilineatus, Upeneus tragula) dan
  4. Menetap sewaktu-waktu atau singgah hanya mengunjungi padang lamun untuk berlindung atau mencari makan.


Lamun Di Indonesia
Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah dibandingkan Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7 marga. Namun demikian terdapat dua jenis lamun yang diduga ada di Indonesia namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii dan Ruppia maritime* (Kiswara 1997). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat jenis lamun kayu (Thalassodendron ciliatum) yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur perairan Indonesia, kecuali juga ditemukan di daerah terumbu tepi di kepulauan Riau (Tomascik et al 1997). Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang lamun monospesifik maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2 (Nienhuis 1993).  
  

Daftar Pustaka
Hartog, C.den.1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam
Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4.Marcel Dekker Inc, New York.
Menez, E.G.,R.C. Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.
http://naskleng.blogspot.com/2008/05/ekosistem-padang-lamun-definisi.html
http://web.ipb.ac.id/%7Eitkipb/SIELT/lamun.php?load=klasifikasi.php
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/21/iptek/638686.htm
http://pksplipb.or.id/index.php?option=com

Read more...

Ekosistem Mangrove

0 komentar

DEFINISI

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.

Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove maka menurut FAO (1982) : mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal untuk komunitasnya. Hal ini juga dijelaskan oleh Macnae (1968) yang menyatakan bahwa kata nmangrove seharusnya digunakan untuk individu pohon sedangkan mangal merupakan komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). 
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora. 

Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :

  • Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
  • Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
  • Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
  • Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.

jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp, Rizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excocaria sp.

Bentuk vegetasi dan komunitas mangrove terdiri dari 3 zone mangrove berdasarkan distribusi, karakteristik biologi, kadar garam dan intensitas penggenangan lahan yaitu:

a)        Vegetasi Inti
Jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona intertidal yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas, bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Lima jenis mangrove paling utama adalah Rhizophora mangle. L., R. harrisonii leechman (Rhizoporaceae), Pelliciera rhizophorae triana dan Planchon (pelliceriaceae), Avicennia germinans L ( Avicenniaceae) dan Laguncularia racemosa L. gaertn. (Combretaceae).

b)        Vegetasi marginal
Jenis ini biasanya dihubungkan dengan mangrove yang berada di darat, di rawa musiman, pantai dan/atau habitat mangrove marginal. Meskipun demikian vegetasi ini tetap tergolong mangrove. Jenis Conocarpus erecta (combretaceae) tidak ditemukan di dalam vegetasi mangrove biasa. Mora oleifera (triana), Duke (leguminosae) jumlahnya berlimpah-limpah di selatan pantai pasifik, terutama di semenanjung de osa, dimana mangrove ini berkembang dalam rawa musiman salin (25 promil). Jenis yang lain adalah Annona glabra L. (Annonaceae), Pterocarpus officinalis jacq. (Leguminosae), Hibiscus tiliaceus L. dan Pavonia spicata killip (Malvaceae). Jenis pakis-pakisan seperti Acrostichum aureum L. (Polipodiaceae) adalah yang sangat luas penyebarannya di dalam zone air payau dan merupakan suatu ancaman terhadap semaian bibit untuk regenerasi.

c)         Vegetasi fakultatif marginal
Carapa guianensis (Meliaceae) tumbuh berkembang di daerah dengan kadar garam sekitar 10 promil. Jenis lain adalah Elaeis oleifera dan Raphia taedigera. Di daerah zone inter-terrestrial dimana pengaruh iklim khatulistiwa semakin terasa banyak ditumbuhi oleh Melaleuca leucadendron rawa ( e.g. selatan Vietnam). Jenis ini banyak digunakan untuk pembangunan oleh manusia.  Lugo dan Snedaker (1974) mengidentifkasi dan menggolongkan mangrove menurut enam jenis kelompok (komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi.  Masing-Masing jenis memiliki karakteristik satuan lingkungan seperti jenis lahan dan kedalaman, kisaran kadar garam tanah/lahan, dan frekuensi penggenangan. Masing-masing kelompok mempunyai karakteristik yang sama dalam hal produksi primer, dekomposisi serasah dan ekspor karbon dengan perbedaan dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok.

Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :

1.         Overwash mangrove forest 
Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m. 

 Image

2.         Fringe mangrove forest
Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.

Image

3.         Riverine mangrove forest
Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk,  merupakan daerah pembilasan reguler.  Ketiga jenis bakau, yaitu putih  (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 m.

Image

4.         Basin mangrove forest
Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam  rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya  cekungan atau terusan ke arah pantai.  Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang  lebih dekat pulau, mangrove putih dan  hitam lebih mendominasi. Pohon dapat  mencapai tinggi 15 m.

Image

5.         Hammock forest
Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada  lokasi sedikit lebih tinggi dari area  yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi  tingginya jarang lebih dari 5 m.

Image

6.         Scrub or dwarf forest
Jenis komunitas ini secara khas ditemukan  di pinggiran yang rendah. Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang  melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.

Image

Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan  mangrove di suatu lokasi adalah :
·         Fisiografi pantai (topografi)
·         Pasang (lama, durasi, rentang)
·         Gelombang dan arus  
·         Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
·         Salinitas
·         Oksigen terlarut
·         Tanah
·         Hara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :

·           Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

·           Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

·         Lama pasang :
  • Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana 
  • Salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut. 
  • Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal. 
  • Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme.
·         Durasi pasang :
  • Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
  • Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
·         Rentang pasang (tinggi pasang):
  • Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya,
  • Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.

·           Gelombang dan Arus
  1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. 
  2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh. 
  3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove 
  4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.

·           Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
  1.     Cahaya
  • Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. 
  • Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove. 
  • Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya, 
  • Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.

2.         Curah hujan
  • Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove.
  • Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah.
  • Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun.

3.         Suhu
  • Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
  • Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.
  • Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C.
  • Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C.

4.         Angin
  • Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus.
  • Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove.

·           Salinitas
  1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt.
  2. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan.
  3. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang.
  4. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.

·           Oksigen Terlarut 
  1. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
  2. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis.
  3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari.

·           Substrat
  1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
  2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur
  3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
  4. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
  5. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera
  6. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
  7. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

·           Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.
1.         Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
2.         Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)


Daftar Pustaka
FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3, FAO, Rome. 1983 Hutching, P and P.Saenger. Ecology of Mangroves. University of Queensland,
London. 1987 Mann, K.H. Ecology of Coastal Waters. Second Edition. Blackwell Science. 2000 Saenger, P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie. Global Status of Mangrove Ecosystems.
Read more...
Rabu, 11 Januari 2012

Oseanografi Kimia

0 komentar

Read more...
Minggu, 08 Januari 2012

Gelombang Laut (Ocean Waves)

0 komentar
Gelombang/ombak yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut dapat disebabkan oleh: angin(gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut(gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal.

Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang akan membangkitkan arus dan mempengaruhi pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai (longshore). Pada perencanaan teknis bidang teknik pantai, gelombang merupakan faktor utama yang diperhitungkan karena akan menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.

DEFINISI GELOMBANG
Apa yang dimaksud dengan gelombang?
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang.

wave-animation.gif

wave_animation1.gif
Animasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang

Amati gerak pelampung di dalam gambar animasi gelombang di atas. Perhatikan bahwa sebenarnya pelampung bergerak dalam suatu lingkaran (orbital) ketika gelombang bergerak naik dan turun. Partikel air berada dalam satu tempat, bergerak di suatu lingkaran, naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari sisi satu kembali ke sisi semula. Gerakan ini memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung di air pindah ke pola yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang dibawa oleh pergerakan air.

Di bawah permukaan, gerakan berputar gelombang itu semakin mengecil. Ada gerak orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga kemudian di dasar hanya akan meninggalkan suatu gerakan kecil mendatar dari sisi ke sisi yang disebut “surge” .

PENGARUH GELOMBANG
Pada kondisi sesungguhnya di alam, pergerakan orbital di perairan dangkal (shallow water) dekat dengan kawasan pantai dapat dilihat pada gambar animasi dibawah ini. Pada gambar animasi ini, dapatlah kita bayangkan bagaimana energi gelombang mampu mempengaruhi kondisi pantai.


Simulasi pergerakan partikel air saat penjalaran gelombang menuju pantai

Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.

Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.

waves-breaking.gif
Perubahan bentuk gelombang yang menjalar mendekati pantai


Ada dua tipe gelombang, bila dipandang dari sisi sifat-sifatnya. Yaitu:

  • Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave).
  • Gelombang perusak pantai (Destructive wave).
Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.

waves-constructivewaves.gif
Gelombang pembentuk pantai

Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.

wave-destructivewaves.gif
Gelombang perusak pantai



Sumber bacaan:
“Teknik Pantai” (1999), Bambang Triatmodjo.
“Teknik Pantai”, Radianta Triatmadja, http://elisa.ugm.ac.id/

Read more...

Arus di Sekitar Pantai (Nearshore Circulation)

0 komentar

Gelombang yang datang menuju pantai membawa massa air dan momentum, searah penjalaran gelombangnya. Hal ini menyebabkan terjadinya arus di sekitar kawasan pantai. Penjalaran gelombang menuju pantai akan melintasi daerah-daerah lepas pantai (offshore zone), daerah gelombang pecah (surf zone), dan daerah deburan ombak di pantai (swash zone). Diantara ketiga daerah tersebut, Bambang Triatmodojo (1999) menjelaskan bahwa karakteristik gelombang di daerah surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis proses pantai.

ps17-13-landform.jpg
ps17-04.jpg
Daerah penjalaran gelombang menuju pantai

Menurut Dean dan Dalrymple (2002), perputaran/sirkulasi arus di sekitar pantai dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu: arus sepanjang pantai (Longshore current), arus seret (Rip current), dan aliran balik (Back flows/cross-shore flows). Sistem sirkulasi arus tersebut seringkali tidak seragam antara ketiganya bergantung kepada arah/sudut gelombang datang.

Pada kawasan pantai yang diterjang gelombang menyudut (αb > 5o) terhadap garis pantai, arus dominan yang akan terjadi adalah arus sejajar pantai (longshore current).

332_ex-longshore-current.jpg
Sketsa terjadinya longshore current

Sedangkan apabila garis puncak gelombang datang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi 2 kemungkinan arus dominan di pantai. Yang pertama, bila di daerah surf zone terdapat banyak penghalang bukit pasir (sand bars) dan celah-celah (gaps) maka arus yang terjadi adalah berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju laut. Kemungkinan kedua, bila di daerah surf zone tidak terdapat penghalang yang mengganggu maka arus dominan yang terjadi adalah aliran balik (back flows).

ps17-40-rip-current.jpg

rip-current1.jpg
Terjadinya rip current

Namun karena pengaruh hidrodinamik laut yang sangat kompleks, maka yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari kondisi-kondisi di atas. Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

pethick03-15-rip-current.jpg

td10b-rip-current.jpg
Kombinasi longshore current dan rip current.

Kombinasi longshore current & back flows.



Sumber bacaan:
“Teknik Pantai”, Bambang Triatmodjo (1999).
“Coastal Processes”, R.G. Dean & R.A. Dalrymple (2002).

Read more...

Prose-Proses Pembentukan Kawasan Pantai

0 komentar

PENDAHULUAN
Kawasan pantai adalah kawasan transisi dari lahan daratan dan perairan laut. Proses pembentukan kawasan pantai sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya dinamis yang berada di sekitarnya. Gaya-gaya dinamis utama dan dominan yang mempengaruhi kawasan pantai adalah gaya gelombang. Menurut Bambang Triatmodjo (1999), pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian rupa sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut.

ps17-08-nearshore-current.jpg
Gelombang dan arus di sekitar kawasan pantai

Seperti kita ketahui, gelombang laut yang sehari-hari mempengaruhi kawasan pantai adalah gelombang yang diakibatkan oleh energi angin. Sesuai dengan faktor pembangkit terjadinya gelombang tersebut, maka ada dua jenis gelombang angin yaitu gelombang normal dan gelombang badai (storm wave).

Pembangkitan gelombang laut oleh angin atau badai

Karena itulah, ada dua tipe tanggapan pantai dinamis terhadap gelombang, yaitu tanggapan terhadap kondisi gelombang normal dan gelombang badai. Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa kondisi gelombang normal terjadi dalam waktu yang lama dan energi gelombang mudah dipatahkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Sedangkan akibat gelombang badai yang mempunyai energi lebih besar, sering mengakibatkan pertahanan alami pantai tak mampu menahannya. Sehingga pantai dengan mudah dapat tererosi.

Adakalanya profil pantai lambat laun akan kembali ke bentuk semula, setelah gelombang badai mereda. Namun ada kalanya pantai yang tererosi tersebut tak kembali ke bentuk semula karena material pembentuk pantai telah terbawa arus ke tempat lain dan tak kembali ke lokasi semula.

Dalam membahas proses pantai, prinsip-prinsip yang diurai biasanya berbicara di seputar sub topic berikut:
  •          Pergerakan air laut di sekitar pantai (gelombang & arus)
  •          Pergerakan sediment (sediment transport) akibat gaya gelombang dan arus.
  •          Proses erosi/abrasi dan perubahan lahan yang diakibatkannya.
  •          Proses pengendapan/akresi/sedimentasi dan perubahan lahan yang diakibatkannya.
  •          Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kawasan pantai dan klasifikasinya.


Sumber bacaan:
“Teknik Pantai”, 1999, Bambang Triatmodjo.
“Coastal Processes”, 2002, R.G. Dean & R.A. Dalrymple.
Read more...

Labels

 
PERPUSTAKAAN MARINE SCIENCE 07 © 2011

TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG KE LAMAN KAMI